, ,

    MENJADI juara sudah cita-cita setiap atlet. Medali adalah target yang dikejar dalam setiap kompetisi. Begitu juga halnya dengan Surahmat.

    Atlet angkat besi Aceh ini, kembali menyumbang medali untuk tanah rencong. Saat tampil di Gymnasium Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa(20/9) di mencatat total angkatan 255 kg.

    Lifter "naturalisasi" ini merebut medali emas cabang olahraga angkat besi kelas 56 kg PON 2016 Jawa Barat. Raihan emas yang diraihnya menjadi kepingan dalam catatan sejarah selama 27 Aceh tampil di PON.

    Setelah hampir tiga dekade ikut PON, baru kali ini Aceh menoreh catatan apik dalam perolehan medali. Surahmat ikut bangga menjadi salah satu penyumbangnya.

    "Saya ikut bangga bisa menyumbang medali ini," ujar lifter kelahiran Blora 11 Mei 1988 kepada Waspada, dalam penerbangan pulang dari Bandung ke Banda Aceh, akhir pekan kemarin.

    Pada PON XVIII di Riau pada 2012, atlet yang lahir dari  pasutri Sunoto dengan Sumini ini juga menyumbang potongan medali perak. "Alhamdulillah, ada peningkatan," ujar bungsu dari tujuh bersaudara ini.

    Prestasinya tak sebatas di PON. Ada sederet prestasi yang direngkuh peraih perak Universiade Kazan XXVII 2013 di Kazan, Rusia. Lalu, dia masuk delapan besar Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.

    Saat itu Surahmat menempati rangking 13 dunia dengan rekor tertinggi angkatan 263 Kg di Korsel. Tampil dalam Kejuaraan Dunia di Kazakhstan 2015.

    "Masuk 13 besar dari 31 peserta. Saat di Kejuaraan Dunia 2015 di Houston, Amerika Serikat masuk 10 besar," ujar peraih medali perak di PON XVIII Riau ini.

    Sebelum berangkat ke Bandung, Surahmat punya suntikan semangat ekstra. Pemacu adrenalin saat tanding itu tak lain kelahiran anak pertama jenis kelamin laki-laki yang diberi nama Sulthan Abizard Rahmat.

    "Alhamdulillah, anak juga menjadi penambah semangat saya saat berangkat ke Bandung," ungkap Rahmat seraya menyebut anaknya lahir pada 13 September 2016 lalu.

    Buah hati pertamanya itu lahir dari rahim Nurlaili, perempuan Simpang Ulim, Aceh Timur yang disuntingnya pada 12 Februari 2015.

    Eforia sudah berlalu. Kini, Rahmat ingin menikmati juara bersama anak dan istri tercintanya. Karena itulah dia sudah berencana membeli sebuah rumah dari bonus Rp250 juta yang bakal diterimanya dari KONI Aceh.

    Makanya, dia tak ingin lama-lama lagi menikmati kemenangan. "Insha Allah, rencana saya begitu, memberi rumah untuk masa depan anak-anak dari kumpulan uang-uang bonus," jelas Rahmat.

    Usai PON, katanya, ia akan alihkan fokus ke Sea Games, apalagi Pelatnas pada Januari nanti. "Paling-paling istirahat seminggu, setelah itu latihan lagi. Kalau tak latihan kontinyu bisa-bisa rusak angkatan," ungkapnya.

    Bukan hanya latihan yang kontinyu, tapi porsi makanan juga wajib dijaga. Pagi tujuh butir telor, siang empat potong daging ayam dan malam 4-5 potong daging sapi.

    "Biasanya beberapa bulan menjelang turun di kompetisi, porsi makanan, suplemen dan latihan disesuaikan," tutup lifter yang juga pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh ini.

    Sumber: Waspapda

    Sepakbola dipahami sebagai sebuah permainan yang melibatkan nasib didalamnya. Nasib itu dimain-mainkan di antara kaki ke kaki. Terkadang pula, nasib yang dimain-mainkan itu berbelok tanpa disangka-sangka.

    Begitu pula yang dijalani seorang anak manusia bernama Martunis. Dia seorang anak petani tambak di Desa Tibang, Syiah Kuala, Banda Aceh yang ikut menjadi korban bencana dahsyat pada 26 Desember 2004.

    Meski talentanya belum teruji seperti pemain nasional, Evan Dimas, tapi Martunis sudah menginjakkan kakinya ke akademi Sporting Lisbon, Portugal. Akademi ini diyakini sebagai sebuah sekolah bola terbaik di Eropa.

    Bukan sekadar gagah-gagahan saja. Terbukti, ada sederet pemain top dunia yang pernah berguru di akademi tersebut. Katakan saja, Luis Figo, Calvanho, Pepe hingga Cristiano Ronaldo. Nama terakir ini punya hubungan baik dengan pemain Aceh; Martunis.

    Terkait permainan nasib, saat ini cukup banyak pemain profesional di Indonesia yang menjadi kurang beruntung setelah PSSI dibekukan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Akibatnya, semua kompetisi resmi di semua strata terhenti sejak 2 Mei lalu.

    Kondisi buruk inilah yang sangat berdampak langsung bagi pemain sepakbola di Indosesia. Khususnya pemain yang hanya semata-mata mencari nafkah di lapangan hijau. Untuk membuat asap dapur mengepul, tak sedikit pemain profesional yang biasa bermain di liga bergengsi harus turun kasta.

    Turun kasta akibat degradasi isi dompet inilah yang membuat banyak pemain harus rela bermain bola antar kampung yang akrab dikenal tarkam. Hasil atau bayaran yang diperoleh, tentu saja tak sebanyak saat masih berbaju klub-klub profesional.

    Karena alasan manusiawi itulah, mereka mengunci rasa gengsi dalam lemari. Demi bisa bertahan hidup dengan keahlian yang mereka miliki hanya bermain bola, maka kompetisi Tarkam menjadi sebuah harapan.

    Lebih memiriskan lagi, sejak kompetisi berhenti disusul kebijakan klub yang membubarkan tim, praktis isi dompet tipis bin kosong. Bahkan, tak sedikit pemain liga yang belum menerima gaji mereka di klub.

    Karena itu, mau tak mau, para pemain inipun melirik liga antar kampung untuk mencari nafkah dengan bayaran yang pas-pasan. Kondisi ini bisa kita lihat langsung di sejumlah daerah yang menjadi lumbung pemain.

    Khusus Banda Aceh, akhir pekan kemarin di lapangan Jasdam, Neusu, dipenuhi pemain-pemain yang masuk dalam uraian di atas. Apalagi di lapangan tersebut, sedang ada tarkam bertajuk Turnamen HUT RI ke-70 memperebutkan Piala Kodam Iskandar Muda.

    Ada 16 klub yang ambil bagian. Ada dua klub bertarung di final yang umumnya diperkuat pemain-pemain profesional. Dua tim finalis itu adalah AMPI FC dan Keutapang Dua Club atau KDC Keutapang.

    Di kubu AMPI FC misalnya, ada Syakir Sulaiman, mantan pemain muda terbaik ISL dua musim lalu. Kurniawan Septi Hariansyah, Safrizani, Andri Muliadi (pemain Persiraja), Ikhwani Hasanuddin (Persigres Gresik) dan lainnya.

    Sedangkan di KDC ada pemain veteran macam Dahlan Jalil, Wahyu AW, Randy Rizky mantan pemain Persiraja, serta pemain-pemain lain yang sempat mengenyam liga profesional; Fitra Ridwan, Rahmat, Helmi PSMS , Nurul Zikra, Jalwandi dan lain-lain.

    Striker Persiraja yang memperkuat AMPI FC, Septi Hariansyah mengaku dengan mati surinya kompetisi, sulit menolak tawaran main tarkam. "Hidup kami sangat tergantung pada sepakbola," ungkap Septi yang diamini rekannya, Safrizani.

    "Kami juga tidak punya pemasukan lain, dengan main tarkam, setidaknya bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, beli susu anak juga. Semoga kisruh ini cepat selesai, jangan sampai mematikan karier kami," ungkapnya dengan nada memilukan.

    Kecuali tampil di tarkam yang ada di seputaran Banda Aceh dan Aceh Besar, Septi dkk juga tak menolak tawaran main di turnamen-turnamen serupa di  seantero Aceh, seperti di wilayah Pantai Barat Selatan Aceh hingga wilayah Timur dan Utara.

    Hal itu diakui kapten Persiraja Banda Aceh Kurniawan yang mengaku nasibnya tak jauh beda dengan pemian lain, seperti Septi. "Tawaran ke luar daerah ada juga kami terima dengan tarif  berbeda," kata dia.

    Kurniawan mengaku tidak malu membeberkan tarif setiap kali tampil pada turnamen antar kampung. "Di Banda Aceh biasa Rp300-350, kalau Aceh Besar dan luar kota sering di bayar Rp 500-700 ribu," ungkap dia.

    Pemain Sriwijaya FC, Syakir Sulaiman yang juga sempat "dikontrak" AMPI FC juga tampil pada turnamen serupa. Dia sempat tampil dua kali membela tim amatir. Selama dua kali turun itu dia berhasil mencetak empat gol untuk duduk sebagai top skor bersama tiga kawan yang lain.

    Penampilan mantan pemain Barito Putra ini mampu menghibur publik Banda Aceh. Skill mumpuni lajang asal Bireuen ini mampu menghipnotis penonton.

    "Selama tak ada kompetisi, sudah sering saya main tarkam. Kalau tidak main bola sakit badan saya, ini juga sekaligus untuk jaga badan biar tetap bugar," ungkap Syakir, yang juga mantan pemain Timnas U-23 ini.

    Lain ambisi pemain, lain pula motivasi penonton. "Ini hiburan bagi kami, apalagi sepakbola kompetisi tak ada lagi. Ya, nasib negara kita begitu," tukas Halim, warga setempat.

    "Harapan kami pada HUT RI ke-70 ini, kisruh PSSI dengan Kemenpora cepat selesai. Jika begini terus, bukan saja menyiksa banyak pemain, banyak pihak juga rugi. Padalah kemerdekaan sejati kami rakyat kecil adalah mendapat hiburan dengan menonton sepakbola," ujar Halim lagi.

    Tapi apa daya, harapan pemain dan penonton seperti membentur tembok. Sebab, Menpora Imam Nahrawi belum "memerdekakan" pikirannya dari harapan banyak orang. Ya, nasib.

    Universitas Syiah Kuala kembali mewisudakan 1.900 lulusannya. Wisuda berlangsung dalam dua hari, Rabu-Kamis (26-27/8). Hari pertama wisuda yang berlangsung di AAC Dayan Dawood ini, hanya dihadiri 902 wisudawan baru Unsyiah.

    Sementara 998 orang lulusan lainnya akan akan diwisuda pada hari Kamis (27/8) hari ini.

    Informasi yang diperoleh Waspada, dari 1.900 wisudawan tersebut, 222 orangnya merupakan lulusan Pascasarjana, 36 orang lulusan Pendidikan Profesi, 1 orang lulusan Program Spesialis, 1.485 orang lulusan sarjana (S1), serta 156 orang lulusan Diploma III.

    Dalam sambutannya Rektor Unsyiah, Samsul Rizal juga memberikan apresiasi yang tinggi, terhadap 251 orang lulusan Unsyiah yang berhasil meraih tingkat yudisium cumlaude (pujian) pada upacara wisuda kali ini, di mana 154 orang diwisuda pada hari pertama ini.

    Berdasarkan jumlah tersebut, maka persentase lulusan yang lulus dengan yudisium cumlaude pada priode Mei – Juli 2015 ini, meningkat tajam menjadi 13,2 persen, dibandingkan dengan dua periode sebelumnya yang persentasenya hanya 7,5 – 9,1 persen.

    Pada kesempatan tersebut Rektor juga mengungkapkan, Unsyiah terus berkomitmen untuk meningkatkan kapasitasnya, demi mempersembahkan pelayanan terbaik untuk dunia pendidikan, khususnya di Aceh. "Bukti nyata dari komitmen tersebut adalah, Unsyiah berhasil mendapatkan nilai akriditasi A," ungkap Samsul.

    Rektor menambahkan, nilai akreditasi institusi, nilai akreditasi program studi, serta pencitraan publik Unsyiah selama ini secara umum kian membaik. Kata dia, ini menjadi salah satu faktor yang sangat mempermudah jalan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan pertama mereka.

    “Oleh karena itulah, saya sangat rasa berterima kasih kepada masyarakat sehingga Unsyiah telah berkembang menjadi semakin inovatif, semakin mandiri, dan semakin terkemuka,” ujar Rektor.

    Kepada para wisudawan, Rektor juga berpesan untuk terus meningkatkan kompetensinya. Salah satu kompetensi yang sangat penting di zaman sekarang adalah kemampuan untuk bekerja sama dalam tim, mengembangkan kemandirian dan kreatifitas, dengan berbekal dasar keilmuan yang telah diperoleh selama di perguruan tinggi.

    Kata Rektor, Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi memberikan peluang yang sangat luas kepada mahasiswa untuk mengasah kompetensi ini secara kompetitif melalui Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM).

    “Alhamdulillah, tahun ini sebanyak 47 judul PKM dari Unsyiah lolos dan mendapatkan pembiayaan dari Dikti, dan 10 di antaranya bahkan diundang ke ajang bergengsi, Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) di Sulawesi Tenggara,” ungkap Rektor Unsyiah.

    Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh melakukan terobosan baru dalam menerapkan program Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) dan Pengabdian Dosen. Mulai tahun ini, mereka akan menerapkan KMP berbasis masjid yang akan berlangsung selama tiga bulan.

    Hal itu diungkapkan, Rektor UIN Ar-Raniry Prof. Dr. H. Farid Wajdi Ibrahim, MA yang diwakili oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UIN Ar-Raniry Dr. H. Muhibbuthabry, M.Ag dalam arahannya pada pembekalan KPM berbasis Masjid, Senin (24/8).

    “Kita terus melakukan upaya perubahan-perubahan setelah alih status IAIN ke Universitas, integrasi ini adalah memberikan peluang untuk melakukan pengabdian dengan keilmuan yang luas, salah satunya pengabdian berbasis masjid ini,” ujarnya.

    Warek I menambahkan, KPM dan Pengabdian Dosen berbasis masjid ini sangat tepat dilaksanakan, karena masjid-masjid di Aceh merupakan sebagai central bagi masyarakat Aceh, baik dalam beribadah maupun kegiatan keagaamaan lainnya.

    Menurutnya, KPM yang dilakukan UIN selama ini sudah tepat dan dapat diimplementasikan dengan karakteristik UIN yang berbasis keislaman. Oleh karena itu, nantinya diharapkan peserta dapat membangun masyarakat dengan spirit spritualitas dan aspek kesejahteraan.

    “Peserta yang akan melakukan pengabdian ini terdiri dari berbagai prodi di UIN Ar-Raniry, dengan berbagai disiplin ilmu yang dimiliki dapat membimbing masyarakat sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang telah dimiliki selama di bangku kuliah,” ujar Muhibbuthabry.

    Dalam kesempatan yang sama Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat Drs. M. Jakfar Puteh, M.Pd menambahkan KPM dan Pengabdian Dosen ini merupakan yang pertama dilaksanakan di UIN Ar-Raniry.

    “KPM dan Pengabdian dosen ini dilaksanakan secara bersamaan, dimana para dosen yang melakukan pengabdian sekaligus akan menjadi pendamping bagi mahasiswa KPM dan Masyarakat dalam melaksanakan berbagai program di gampong-gampong nantinya,” paparnya.

    Disebutkan, peserta pengabdian berbasis masjid ini berjumlah 175 orang, terdiri 130 mahasiswa dan 45 dosen pembimbing, mereka akan ditempatkan pada lima gampong di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar yaitu gampong Alue Naga, Rukoh, Tibang, Limpok, Tanjong Selamat, Barabung, Baet, Cadek dan Blang Kreung, peserta KPM akan berada di gampong pengabdian selama tiga bulan.

    Peserta pengabdian masyarakat direncanakan akan diantar langsung oleh Rektor UIN pada 27 Agustus 2015 mendatang.

    Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) mengharamkan digelarnya berbagai bentuk orientasi pengenalan kampus bernuansa perploncoan oleh mahasiswa senior. Kendati begitu, Unsyiah akan menggelar Pembinaan Akademik dan Karakter Mahasiswa Baru (Pakarmaru).

    Kepala Humas Unsyiah, DR Ilham Maulana kepada Waspada, Minggu (23/8) mengatakan Pakarmaru, digelar untuk dipersiapkan karakter mahasiswa agar siap memasuki dunia
    perkuliahan. "Pakarmaru digelar melalui bidang kemahasiswaan yang berada di bawah pembantu rektor III," kata Ilham.

    Disebutkan, tahun lalu, Pakarmaru juga digelar untuk menggantikan ospek terhadap mahasiswa baru. "Pakarmaru wajib diikuti oleh semua mahasiswa baru tahun ini," ungkap dia.

    Kata dia, pelaksanaan Pakarmaru 2015 akan berlangsung selama tiga hari sejak 29-31 Agustus 2015 dan akan berlangsung di Gedung AAC Dayan Dawood Darussalam.

    Sebelumnya, dalam sebuah kesempatan Rektor Unsyiah Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng mengatakan kegiatan ini sebagai bagian dari pengenalan Unsyiah, khususnya yang terkait dengan proses perkuliahan dan pembentukan karakter yang positif bagi mahasiswa.

    “Para mahasiswa nantinya akan mendapatkan ulasan materi dari tokoh-tokoh hebat. Tahun sebelumnya, mahasiswa mendapat pembekalan langsung dari Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, Kajati Aceh, serta pejabat pemerintah Aceh dan Unsyiah. Selain itu, ada juga kegiatan yang diisi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan motivasi dari tim ESQ," ujarnya.

    Rektor menyebutkan, melalui Pakarmaru mahasiswa juga diharapkan mampu mengenal kampus, baik mengenai kegiatan akademik yang bersifat kurikuler atau ekstrakurikuler.

    Menurut rektor, kegiatan tahunan ini akan diikuti oleh 12 fakultas di lingkungan Unsyiah yang dibagi atas tiga kelompok. Hari pertama akan diikuti oleh mahasiswa dari Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, serta Fakultas Kelautan dan Perikanan. Kemudian hari kedua diikuti oleh mahasiswa dari Fakultas Teknik, FISIP, FMIPA, dan Fakultas Kedokteran Gigi. Sedangkan hari terakhir diikuti oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran, FKIP, Fakultas Kedokteran Hewan, dan Fakultas Keperawatan.

    “Sebagaimana tahun lalu, tahun ini diperkirakan ribuan mahasiswa akan ikut dalam kegiatan akademik ini. Mahasiswa yang lulus PAKARMARU nantinya akan diberikan sertifikat,” papar Samsul.


Top