INI kejadian yang memalukan. Masjid Baiturrahman, Banda Aceh, secara halus 'mengusir' jamaah yang ingin beribadah pada malam Nisfu Sya'ban, Sabtu (16/8) malam. Kebetulan, malam Nisfu Sya'ban bertepatan dengan malam 17 Agustus. Tradisinya, kaum muslim menggelar berbagai ibadah pada malam pergantian buku amal manusia, itu, tapi Baiturrahman tidak.


    Novia Liza, Rika Fitri adalah dua warga yang harus memendam kecewa. Sejak petang, kedua gadis ini sudah mengagendakan shalat Magrib dan Isya di masjid kebanggaan rakyat Aceh itu. Kemudian, akan dilanjutkan dengan shalat sunat Nisfu Sya'ban yang berarti jauh pada 15 Sya'ban.

    Sayang sekali, keinginan dua muslimah ini untuk beribadah pada malam pertengahan (nisfu) itu tak kesampaian. Pasalnya, ba'da Isya, bilal masjid langsung melipat sajadah, mematikan mikropon. Melihat gelagat tidak 'agamis' itu, sekelompok ibu-ibu lebih dulu maju ke depan. Merengsek ke shaf terdepan menanyakan.

    "Maaf, kita tidak mengadakan shalat nisfu sya'ban, tak ada imam," ujar Novia mengutip ucapan seorang bilal yang tak sempat ditanyakan namanya.

    Tak terima dengan itu, sejumlah ibu-ibu pun debat kusir. "Kalau mau shalat, cari masjid lain saja." semprot si petugas masjid enteng seolah tak berdosa. Akibatnya ibu-ibu itu pun hanya bisa mengurut dada sembari melempar kata. "Jadi kalian cuma bisanya razia orang yang tak pake jilbab di masjid ini."

    Menurut Novia, dengan perasaan 'geram', mereka meninggalkan masjid yang didirikan Sultan Alauddin Mahmudsyah I, pada 1234-1267 Masehi ini. 'Kegeraman' Novia dan ibu-ibu itu mungkin hampir setara dengan kemarahan Rakyat Aceh pada 1873 lalu, saat tentara Belanda membakar masjid ini.

    Sekretaris Masjid Baiturrahman, H Ridwan Djohan ketika dihubungi Waspada mengatakan, para malam itu, memang dia yang menjadi imam di Shalat Isya. "Selesai Shalat, saya langsung pulang, tidak ada amanah imam besar untuk Shalat Tasbih," katanya.

    Biasanya, lanjut dia, jika ada, mereka akan memberi pengumuman kepada jamaah saat Shalat Subuh atawa, Shalat Isya sebelumnya. Tapi, komplain sejumlah jamaah, malam Nisfu Sya'ban itu sudah di luar pantau dia. "Saya tidak tahu, sudah pulang," sebut dia.

    Dari berbagai literatur yang dikumpulkan Waspada menyebutkan, merayakan malam Nisfu Sya'ban adalah dengan memperbanyak ibadah dan shalat malam dan dengan puasa. Sebagian umat Islam juga mengenang malam ini sebagai malam diubahnya kiblat dari masjidil Aqsa ke arah Ka'bah.

    Shalat malam Nisfu Sya'ban itu sebanyak 100 rakaat. Malam tersebut diisi dengan do'a-do'a yang pernah dilakukan Rasulullah. Sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat, zikir membaca al-Qur'an, berdo'a dan amal-amal salih lainnya.

    Seorang ulama Aceh yang juga penceramah, Drs H Ameer Hamzah menjelaskan, malam Nisfu Sya'ban disebut juga bulan Baraah. Malam itu memiliki makna tersendiri dalam spiritual Islam. Kata dia, kaum Muslimin di Aceh dan negeri-negeri Islam berkumpul di masjid-masjid atau di meunasah- meunasah untuk berzikir, bertasbih dan bertahmid memuji Allah SWT.

    "Ada shalat sunat berjamaah. Oh betapa syahdunya pada malam yang setengah penuh itu," ungkap Ameer Hamzah penuh semangat.

    Menurut dia, dalam tradisi Aceh dan Melayu Islam, pada malam Nisfu Sya'ban juga diadakan sedikit kenduri bagi orang-orang yang hadir ke masjid, surau, langgar dan meunasah. "Ada sebagian orang kaya yang mengundang anak yatim dan fakir miskin ke rumahnya untuk makan malam," ujar Ustazd Ameer.

    Dia menjelaskan, pertengahan (nisfu) tersebut adalah malam pergantian buku amal manusia. Buku amal setahun yang lalu akan disimpan di dalam Kitabum Marqum, dan buku amal baru akan diisi oleh malaikat Kiraman Katibin, Raqib dan Atid yang memang ditugaskan oleh Allah SWT untuk merekam dan mencatat amal Bani Adam.

    "Apakah amal baik atau amal buruk, semuanya dicatat dalam buku tersebut," urai mantan mahasiswa IAIN Ar-Raniry Darussalam ini.

    Teungku Ameer menambahkan, pembukaan buku baru tersebut berlangsung sejak mata hari terbenam (Maghrib) dan seterusnya. Orang beriman selalu menginginkan lembaran-lembaran buku baru tersebut ditulis dengan amal baiknya.

    "Maka malam tersebut mereka isi dengan berbagai ubudiyah. Sebaliknya, orang-orang pasik, dungu, munafik, dan zindiq tidak peduli dengan malam yang bersejarah itu. Mereka tetap pada kebiasaannya berbuat maksiat pada malam nisfu Sya'ban," paparnya lagi.

    Kata Ameer yang juga anggota DPRAini, di dayah-dayah seluruh Aceh malam nisfu Sya'ban sangat bermakna. Begitu juga di desa-desa Aceh. "Tradisi ini sangat baik dipertahankan. Mengadakan tabligh juga bagus," sebut dia.

    Soal jeramah, lanjut Ameer, tema yang tepat diperbincangkan pada malam berkah ini adalah tentang keharusan kaum Muslimin menyambut bulan suci Ramadhan yang tinggal separuh bulan lagi. "Kaum Muslimin jangan lagi lalai dengan hal-hal yang tidak berguna," ujarnya mengingatkan.


Top