Meski Kaki Diamputasi, Tara Tetap Sekolah

Here is something to remember us onboard USNS Mercy

SEPENGGAL kalimat itu terus dieja Tara Aulia. Meski dia sendiri tak tahu paham maknanya. Kini, bocah berusia 8 tahun itu terpaksa bersahabat dengan dua tongkat setelah kaki kanannya diamputasi. Lalu, apa hubungannya antara Tara dengan USNS Mercy.

Dia masih ingat wajah pemilik tulisan itu, Windsor Z. Solar. Dialah yang merawatnya selama di rumah sakit terapung Amerika Serikat yang lepas jangkar di Selat Malaka. Kalimat tersebut ditulis Solar khusus untuk Tara pada 13 Maret lalu.

Sebagai pesan terakhir, Tara yang mendapat perawatan selama 18 hari di sana mengaku senang. Dia amat bersahabat dengan Solar yang selalu merawatnya. “Kami juga foto bersama,” kata anak pertama pasangan Sulaiman dan Juliawati ini kepada Waspada, kemarin.

Di atas foto itulah, Solar menulis, “To: Tara, Here is something to remember us onboard USNS Mercy by Windsor Z. Solar, ABFC (AW/SW) USNS Mercy (DAH-19)”. Foto tersebut adalah satu dari belasan gambar lainnya yang masih disimpan sebagai kenang-kenangan.

Putri semata wayang Sulaiman ini praktis tak bisa melupakan orang-orang yang menolong dia, termasuk Solar. Pun demikian dia tak membuat dia terus bermuram durja. Apalagi kini dia hidup tak normal, setelah pembengkakan di kaki kanannya pasca tsunami.

“Sebelumnya, kaki dia tak apa-apa. Namun akibat pembengkakan terus menerus, akhirnya diamputasi. Sudah dua kali diamputasi,” cerita Sulaiman yang disambut senyum getir Tara.

Peristiwa tiga bulan lalu itu, masih terkenang dibenak siswi Kelas 2 SD Negeri Unoe, Kecamatan Geulumpang Baro, Kab Pidie ini. “Watee bengoh nyan lon teungoh meuen-meuen, waktu kejadian pagi itu, saya lagi main-main,” katanya menceritakan tragedi Minggu 26 Desember lalu.

Tara adalah satu dari ratusan korban tsunami yang menderita cacat. Kehilangan kaki, tak membuat langganan juara kelas ini patah hati. Meski dibantu dua tongkat, Tara sebisa mungkin ingin mandiri, termasuk dalam belajar.

Semangat belajar Tara didukung ayahnya. Karena itu bantuan yang baru dia dapatkan akan dimanfaatkan untuk masa depan anaknya. “Dia termasuk anak pinter, di sekolah selalu juara,” kata Sulaiman, ayah Tara.

Bukan cuma di sekolah, dalam mengaji pun, dengan cepat bisa dia pahami. “Kalau ngaji, sekali kita ajarkan langsung bisa,” timpal nenek Tara.

Selain pinter, anak ini juga ingin membiasakan hidup mandiri. Dia tak ingin dibantu orang lain, kecuali jika dia sudah tak mampu. Padahal, bocah seusia dia lazimnya masih ingin bermanja-manja. Manja, nampaknya bukan milik Tara.

Kesan itu nampak terlihat pada diri si hitam manis itu. Dengan dibantu dua tongkat, Tara melangkah ke tempat duduknya. Hanya saat hendak duduk dia minta dipapah sang ayah. “Saya masih ingin sekolah,” ujarnya singkat seusai menerima bantuan pendidikan dari Persatuan Penyandang Cacat Indonesia, di Aula SMK Banda Aceh, kemarin.

Selain, Tara ada sedikitnya 35 penyandang cacat lainnya yang menerima bantuan serupa. Mulai dari korban tsunami hingga mereka yang cacat sejak lahir. “Kita membantu bukan cuma kepada korban tsunami, tapi penderita cacat lain juga,” kata Herman, fasilitator PPCI di Aceh.

Dikatakannya, untuk tahap pertama ini mereka baru bisa mengumpulkan 35 penyandang cacat dari Aceh Jaya, Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie dan Lhokseumawe. Dia berharap, bantuan yang diberikan PPCI pusat itu hendaknya bukan yang pertama atau sekaligus terakhir.

Ketua PPCI pusat, Siswadi dalam sambutan singkatnya menyebutkan sudah jamak dipahami publik seakan-akan orang cacat harus menjadi miskin, begitu pula sebaliknya. “Padahal Allah tidak membedakan antara cacat atau tidak. Yang beda adalah amal ibadahnya,” kata dia.

Karena itu, lanjut pria yang juga cacat tangan kirinya ini, solusi masalah tersebut adalah pendidikan. Dengan ilmu pengetahuan, mereka bisa berjuang hidup mandiri. “Kita akan perjuangkan supaya adek-adek ini mandiri,” ujar Siswadi.

Pada kesempatan itu, PPCI menyerahkan santunan pendidikan sebesar Rp2.5 juta per orang. Kepada Dinas Sosial, Siswadi mengatakan seyogyanya penyandang cacat itu diprioritaskan mendapat bantuan.

Sementara, Imam CH dari Depsos Pusat mengatakan penyandang cacat juga punya hak yang sama. Namun pada intinya, sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dia juga minta kepada instansi terkait di Aceh untuk memperhatikan para penyandang cacat ini.

Bantuan yang diberikan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan pendidikan. Ini mengingatkan kita pada sebuah pesan tersirat dari group musik Seurioes, rocker juga manusia. Begitu pula dengan penyandang cacat. Mereka juga manusia, karena itu mereka butuh sekolah. [Munawardi Ismail]


No comments:


Top