Munawardi Ismail

    SIANG di Desa Tampoek Baro, Kecamatan Suka Makmur, Aceh Besar sedikit menyengat. Tapi itu tak mengurangi minat ratusan warga yang didominasni kaum hawa. Mereka mengerumuni meunasah setempat. Tak ada duek pakat gampong atau kenduri? Tapi...

    "Kami sedang menunggu presiden?," tukas Halimah seakan-akan menjawab pertanyaan Waspada, Kamis (6/4). Pun demikian, dia mengaku belum tahu presiden mana yang mau keloyoran ke gampongnya.

    Karena yang berkunjung seorang presiden, makanya mereka ingin melihat dari dekat. Maka berkumpullah banyak warga. "Katanya presiden ini bukan kayak presiden kita," katanya dalam bahasa Aceh. Ternyata Halimah sudah bisa memilah dan membeda.

    Lantas siapa presiden itu? Tentu saja Halimah tidak ragu lagi menjawab. Sebab belakangan cukup banyak orang yang berstatus seperti itu berkunjung ke Aceh. Terutama dalam tiga hari terakhir.

    Contohnya, sebut saja Sepp Bletter, Presiden FIFA yang pertama kali berkunjung ke Aceh. Lalu Presiden World Vision, Dean Hirsch. Dan yang ditunggu warga Sibreh itu tak lain Presiden World Bank, Paul Wolfowitz.

    Singkat cerita, mayoritas perempuan itu dapat kesempatan bertatap muka langsung dengan Paul Wolfowitz. Mereka adalah bagian dari program pengembangan perempuan kepala keluarga (Pekka).

    Pekka itu tak lain program pemberdayaan masyarakat yang didanai Bank Dunia. Presiden ke-10 Bank Dunia itu meninjau dan mendengar langsung manfaat program yang dibiayainya.

    Kegiatan itu umumnya diikuti para janda. Mereka sudah mencicipi manfaat menjadi anggota Pekka. "Kami sekarang sudah bisa mandiri meski kecil-kecilan. Tidak lagi menggantungkan hidup pada orang lain," kata Junidar.

    Wanita asal Desa Tielip Teungoh ini mengaku sebelum masuk Pekka merasa minder, tidak ada tempat berbagi keluh kesah. "Kini kami jadi perempuan perkasa, mudah-mudahan bisa berkembang lagi," ujar dia.

    Setidaknya ada lima wanita yang curhat dengan profesor bidang hubungan internasional itu. Selain Junidar, ada Nuraini, Khairani, Zaidawati dan Rukiyah. Bukan saja berkata dengan pengakuan polos, mereka juga jujur mengutarakan manfaatnya.

    "Kami berterima kasih sekali dengan program ini. Karena sudah cukup membantu keluarga saya," kata Rukiah, janda beranak tiga asal Baet Lampu'ut kecamatan yang sama.

    "Kami mengharap Pak Presiden bisa berkunjung lagi ke sini. Semoga ini bukan kunjungan pertama sekaligus yang terakhir," timpal Rukiyah yang diamini rekannya yang lain.

    Menanggapi "keluh-kesah" itu, mantan Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia ini terlihat salut dengan semangat hidup perempuan yang umumnya janda sekaligus kepala keluarga.

    Dia juga mengaku bisa memahami ketika seorang ibu harus menjadi tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, Bank Dunia, katanya merasa sangat bangga bisa membantu kaum ibu-ibu itu. Acara itu sebagai dari acara yang diikuti Paul selama kunjungan kerja tiga hari di Aceh.

    "Program Pekka ini adalah program favorit World Bank," kata Paul Wolfowitz yang diterjemahi Nani Zulminarni, koordinator program yang dimaksud.

    Pada kunjungan itu, Paul juga "belanja" barang-barang kerajinan produksi rumah tangga. Selain rencong Aceh yang dibelinya, dia juga dua membeli tampi (jeu-ee), kerupuk muling, meuseukat, keripik pisang dan lain-lain.

    Praktis larisnya dagangan itu, membuat mereka mengumbar senyum. "Mereka ini bagian dari 332 kepala keluarga yang menjadi anggota Pekka," kata Iskandar, seorang konsultan program.
    Kata dia, ada 70 kepala keluarga yang datang bertemu Presiden Bank Dunia. Untuk Kecamatan Suka Makmur ada 14 kelompok yang tersebar dalam 15 desa. Pekka juga terdapat di kabupaten dan kota yang lain.


Top