Munawardi Ismail

    LIMA pria berseragam putih duduk rapi. Setengah galah dibelakangnya sebuah mimbar besar berdiri megah. Kelima mereka terlihat tekun mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan orang di depannya. Ketika ada yang tersendat tak ada peringatan. Teeetttt...teeettt... Sebab itu bukan Musabaqah Tilawatil Qur'an.

    Kesalahan dalam bacaan akan menjadi catatan pria-pria bergamis bersih ini. Mereka duduk bersila di depan sebuah meja mini berwarna coklat tua. Terkadang senyum tipis menyengir, sampai geleng-geleng kepala. Lain waktu mata mereka terpejam mendengar alunan merdu suara orang didepannya.

    Begitulah jalannya kegiatan relegius uji mampu baca Al-Qur-an yang dipusatkan di Masjid Baiturrahman Banda Aceh, Kamis (7/9). Semua kandidat bakal calon gubernur dan wakil gubernur Aceh berkumpul di sana. Uji mampu baca al-Quran adalah salah satu syarat yang wajib dilewati para bakal calon. Sebab Qanun Nomor 7 Tahun 2006 mengamanatkan demikian.

    Selain disaksikan para ketua dan anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP), acara itu juga disaksikan seratusan warga dan tim sukses masing-masing calon. Bahkan ikut dipancarkan melalui gelombang radio Baiturrahman. "Saya datang langsung ke sini, setelah mendengar radio," ujar Sjech Gazali, warga Banda Aceh.

    Mayoritas para balon datang ke masjid mengenakan busana gamis dan baju koko. Para pasangan sudah mulai tiba sejak pukul 09.00. Mereka datang sendiri-sendiri, yang kemudian dilanjutkan dengan penarikan nomor undian. Uji baca Al-Quran meliputi cabang tajwid, fashahah (kefasehan), dan adab.

    Masing-masing kandidat mengaku memendam perasaan yang berbeda. "Pertama grogi juga, tapi setelah beberapa menit jadi biasa. Kan ini tidak sama dengan baca al-Quran di rumah," kata seorang kandidat yang tak ingin ditulis namanya.

    Para kandidat minimal diberi waktu 15 menit untuk membacakan tiga surah yang sudah ditentukan panitia. Dari 22 balon yang tampil membacakan Al-Quran, setidaknya ada tiga kandidat yang mendapat sambutan hangat dan aplusan dari jamaah masjid. Ketiganya, Ghazali Abbas Adan, Muhammad Nazar dan Nasir Djamil.

    Ghazali yang dikenal sebagai pendakwah itu tampi memukau. Suaranya merdu dan nyaring. Allah... Allah... Allah, teriak jamaah masjid setiap mantan legislator itu menghentikan bacaan disetiap ayat. Begitu pula dengan Muhammad Nazar.

    "Sangat pantaslah ini dilakukan untuk pemimpin Aceh. Dengan catatan kita tetap plural sebagai pemimpin Aceh kedepan wajib mengayomi berbagai elemen yang berada di Aceh, apapun agama dan sukunya," kata Ghazali Abbas Adan.

    Kata dia, ini bukan sesuatu yang ekskulif, tapi itulah kekhasan Aceh yang harus ditunjukkan kepada Indonesia yang lain. "Dan kita tetap menunjukkan plural masyarakat lain. Saya ini itikad KIP sangat baik," sebut bekas Abang Jakarta ini.

    Sementara para balon juga menilai sangat baik dilaksanakan. "Ini perlu untuk membuktikan bahwa statusnya bukan Islam di KTP. Kalau tidak bisa baca Al-Quran bagaimana dia memahami isinya" kata Irwandi Yusuf, salah satu kandidat.

    Refresentatif Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh Monitoring Mission ini mengatakan secara umum dia melihat banyak kandidat yang bisa baca al-Quran, namun pernilaian layaknya sebuah kompetisi seperti MTQ mungkin sangat jauh. "Kalau gubernur diharuskan seperti Qari-Qariah, mungkin akan banyak Qari-qariah yang ikut Pilkada," katanya.

    Malik Raden juga sependapat. Dia menilai ini menjadi pemicu bagi anak-anak untuk terus mendalami Al-Quran bila ingin menjadi pemimpin Aceh ke depan. "Karena pemimpin itu harus menjadi imam dan khatib juga," kata cagub yang diusung Partai Golkar ini.

    Lain lagi dengan Nasir Djamil, dia melihat persoalan positif ini juga harus ditindaklanjuti oleh kepala pemerintah Aceh kedepan, terutama dalam merekrut kepada dinas dan kepada biro. "Paling tidak baca Al-Quran ini harus menjadi syarat bagi kepala dinas dan kepala biro," katanya.

    Begitu pula dengan seorang warga lainnya, Fairus M Nur misalnya. Dia melihat uji mampu baca Al-Quran itu baik sekali untuk syiar. Katanya, disisi lain juga dapat tahu sejak awal bagaimana visi spritualitas para kandidat, sehingga tidak termakan oleh bujuk rayu dan lips service.

    "Adanya calon yang sama sekali tidak bisa mengaji sekaligus menunjukkan bopengnya wajah penegkan syariat Islam di Aceh. Bahwa generasi tua juga punya andil terhadap tak massifnya penegakan syariat Islam. Acara ini positif untuk Aceh ke depan," kata alumni IAIN Ar-Raniry ini.

    Dua Balon Tidak Hadir

    Sedikitnya ada dua balon yang tidak hadir mengikuti uji mampu baca Al-Quran. Mereka adalah pasangan Cagub Tamlicha Ali dan Cawagub Nova Iriansyah. Uji mampu baca Al-Quran seharusnya diikuti 11 pasangan kandidat. Sampai pukul 15.00, pasangan ini tidak nongol.

    Sebelum dipanggil untuk tampil membaca Al-Quran, para balon diberi waktu 30 menit untuk mempelajari ayat-ayat yang ditentukan oleh dewan juri. Tim uji terdiri dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dan Lembaga Pengembangan Tilawah Al-Quran (LPTQ). Tim tersebut dipimpin Dr. Azman Ismail, yang juga Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman.

    Kesempatan pertama yang dipanggil adalah balon dari jalur independen, yakni cawagub Abdullah Murthada yang disusul Syaukas Rahmatillah. Nasir Djamil menjadi cawagub terakhir yang tampil seusai shalat zhuhur. Kandidat usungan PKS ini bahkan sempat meneteskan airmata karena amat meresapi ayat-ayat yang dia bacakan.

    Ketua Tim, Azman Ismail menuturkan uji mampu baca Al Quran tersebut mendapat pernilaian dalam tiga kategori, yakni Tajwid dengan bobot nilai 50, fashahah 30, dan adab 20, serta bacaannya bersifat "tartil", artinya lagu dan suara tidak dinilai.

    Katanya, nilai kelulusan 51 sampai 100, sedangkan dibawah 50 dinyatakan tidak lulus. Uji baca Al Quran menjadi salah satu syarat bagi balon untuk bisa ikut Pilkada NAD yang dimulai pada 11 Desember 2006. Hal serupa juga dilakukan untuk balon wabup-cawabup dan walkot dan cawalkot.

    Sedangkan, Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP), Jafar, SH, M.Hum kepada wartawan menyatakan, tes baca Al-Quran tersebut sifatnya pribadi. Bila salah satu pasangan tidak lulus, maka diberi waktu satu minggu untuk mengulang, dan ternyata gagal juga, maka gugur dan segera diganti.

    Ketika ditanya ketidakhadiran satu pasangan balon, Jafar menyatakan, pihaknya akan melakukan rapat pleno untuk membahas masalah itu, apakah bisa menyusul atau gugur pada hari itu juga sebagai calon peserta Pilkada. Kemudian, sambung Jafar, hasilnya harus diserahkan kepada KIP paling lambat dua hari setelah acara itu.


Top