Merintis Jalan Dari Penjara Ke Pendapa
HARI ini jagad politik Aceh yang sempat mengangetkan semua kalangan mencapai klimaks. Bagaimana tidak, pasangan Irwandi-Nazar yang menang dalam Pemilihan Kepala Daerah dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur Aceh. Tapi jalan dirintis menuju pendopo amat berliku.
Nama Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar tidak asing lagi dalam peta "konflik" Aceh. Jauh sebelum Pilkada menggema, nama mereka sudah mencuat di konstituen masing-masing. Bukan karena dia sudah terpilih sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Aceh saja lantas namanya mencelat.
Bagi mereka mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM), pria kelahiran Bireuen 2 Agustus 1960 ini ahli stategi. Dia pernah menduduki beberapa jabatan strategis dijajaran organisasi yang diproklamirkan M Hasan Tiro 1976 itu.
Dari catatan riwayat hidup yang dipublisnya, pria yang juga punya nama samaran Isnandar Al-Pase, menjadi staf khusus Psy War Komando Pusat AGAM dan Staf Ahli Urusan Khusus Kontra Intelejen Komando Pusat TNA 2002-2003. Kemudian dia juga pernah menjadi Senior Representatif GAM di Aceh Monitoring Mission (AMM). Namun sejak aktif aktif menjadi calon gubenur Aceh, posisi itu digantikan tokoh GAM lain, Zakaria Saman.
Irwandi menghabiskan masa kanak-kanak sampai sekolah menengahnya di Bireuen. Pada tahun 1975, dia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Pertanian Negeri (SPP) di Saree, Aceh Besar. Pengetahuan kemiliteran pertama dia peroleh di sini. Direktur sekolahnya berasal dari kalangan tentara, Letnan Kolonel Rusli Yusuf. Rusli memberi dia teladan betapa penting sikap disiplin.
Selepas dari SPP, dia kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Dia lulus tahun 1987. Kehidupan akademisnya tak berhenti di situ. Dia kemudian memperoleh beasiswa untuk tingkat master di Oregon State University, Amerika Serikat.
Dia melangsungkan pernikahan dengan Darwati Gani di masa ini. Mereka dikarunia lima anak: Teguh Agam Meutuah, Lathifa Dara Meutuah, Putroe Sambinoe Meutuah, Rania Intan Meutuah, dan Mashita Mutiara Meutuah. Anak pertama laki-laki, selebihnya perempuan.
Dari negeri adikuasa itu pula dia mulai rajin berkirim surat elektronik ke sejumlah rekan sesama dosen di almamaternya. Mereka saling bertukar pikiran dan gagasan seputar nasib bangsa Aceh. Semula cuma diskusi biasa. Lama-kelamaan diskusi tersebut memberi gagasan yang lebih terang. Dia tidak bisa hanya bersikap kritis lewat kata-kata. Mungkin suatu hari dia harus bertindak.
“Tahun 1998 saya bergabung dengan GAM setelah Soeharto jatuh. Boleh dikatakan, kantor markas GAM pertama adalah di rumah saya, di Banda Aceh. Sedangkan komandonya dari Tengku Abdullah Syafei di Pidie. Hal lain seperti aksi mogok, press release itu keluar dari saya,” ungkap Irwandi Yusuf.
Dua tahun sesudah itu, dia diangkat sebagai penasihat militer Angkatan Gerakan Acheh Merdeka atau disingkat AGAM. Sejak itu dia tak lagi menetap di Banda Aceh. Jadwal kesibukannya lumayan ganjil bagi dosen-dosen lain. Dua bulan mengajar di kampus, dua bulan gerilya di hutan.
Dia diringkus tentara di rumah seorang teman di daerah Pisangan, Jakarta Timur. Ketika itu tahun 2003 dan status Darurat Militer tengah diberlakukan presiden Megawati Soekarno di Aceh. Para juru runding GAM yang terlibat dalam Cessation of Hostilities Agreement yang difasilitasi lembaga Henry Dunant Center sudah ditangkap lebih dulu. Mereka ditahan di Kepolisian Daerah Banda Aceh.
Setelah mendekam sebentar di tahanan Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, dia diterbangkan ke Aceh dan ditahan di tempat yang sama dengan para juru runding itu. Selama dua bulan di tahanan polisi, dia mengalami pendarahan otak. Sebelas bulan dia terkurung di situ.
Sel terakhirnya ada di Lembaga Pemasyarakatan Keudah. Dia tak mengalami penyiksaan lagi di sini. Istri dan anak-anaknya yang masih kecil kerap menjenguk. Namun, musibah pada Minggu pagi, 26 Desember 2004, telah memberi dia kebebasan. Penjara jebol akibat gelombang laut maha dahsyat. Ratusan tahanan meninggal. Dia selamat.
“Ketika terjadi gempa saya tidak panik. Karena saya pernah baca buku ilmu falak waktu kecil. Terus nampak burung. kemudian saya mendengar suara gemuruh, gedebak-gedebuk. Saya sudah menduga, ‘ini tsunami’. Saya naik ke bangunan masjid,” kisahnya. Istri dan anak-anaknya juga mujur. Mereka luput dari amukan tsunami.
Selamat dari geombang gergasi yang menyapu LP Keudah, Irwandi benar-benar benar-benar merasakan udara kebebasan setelah pihak pemerintah RI-GAM menandatangani nota perdamaian di Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Buah dari perdamaian itu pemerintah RI membebaskan seluruh napol dan tapol GAM dan memberi hak politik kepada semua anggota GAM selayaknya masyarakat Indonesia lainya. Kesempatan ini rupanya tidak disia-siakan Irwandi.
Bersama tokoh Sentral Informasi Referendum (SIRA) Aceh, Muhammad Nazar S.Ag, dia resmi menyatakan tekadnya untuk maju mencalonkan diri sebagai calon gubernur Aceh dengan menggandeng Nazar sebagai wakilnya.
Sebagai Wakil Gubernur, Muhammad NAzar juga punya latar kehidupan yang sama; dari penjara ke penjara. Akan tetapi pria kelahiran ulim, Pidie 1 Juli 1973 ini mencuat saat Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum Aceh (SU-MPR).
Kesuksesannya itu diulang setahun kemudian pada hari dan bulan yang sama yakni 8 November, tapi kemudian dia harus mendekam dalam penjara. Dia dituduh memprovokasi masyarakat dan mengrongrong negara. Penjara seakan menjadi langganan baginya, sejak 2000-2001 dan 2003 - 2005 di menjadi tahanan politik.
Kini, ayah satu putra hasil perkawinannya dengan Dewi Meutia membuka lembaran baru. Dia meloncat ke kancah politik praktis. Sarjana lulusan IAIN Ar-raniry itu pun sudah menjadi orang nomor dua di provinsi berpenduduk 4.1 juta jiwa.
Setelah memenangkan Pilkada Raya 11 Desember 2006. Dalam Pilkada yang diikuti delapan kandidat itu, pasangan nomor urut-6 ini mendapat suara terbanyak. Irwandi-Nazar memperoleh suara 768.745 atau 38,20 % dari semua suara sah yang berjumlah 2.012.370.
Lalu, hari ini dalam rapat paripurna istimewa di Gedung DPRD Aceh, keduanya diambil sumpah oleh Menteri Dalam Negeri, Muhammad Ma'aruf untuk memimpin tanah rencong lima tahun ke depan. Selamat. [Munawardi Ismail]
Top 5 Popular of The Week
-
RATUSAN pelajar di Banda Aceh mendapat kesempatan menyaksikan Film Rumah Tanpa Jendela. Mereka juga berdiskusi langsung dengan sutradara...
-
BANJIR kembali menjadi momok menakutkan di Aceh. Kali ini wilayah Pesisir Barat Selatan. Dampaknya seperti sudah kita maklumi bersama. Ta...
-
SPANDUK 'Welcome ISL" yang dipasang pendukung Persiraja Banda Aceh di tribun utara Stadion H Dimurthala raib. Sebelumnya, spand...
-
"HAI Apa Lambak, ho ka treb hana deueh-deueh, --hai, Apa Lambak kemana saja sudah lama tidak kelihatan," begitulah sapaan seorang ...
-
ITU kuburan Belanda," tunjuk Zulkifli, seorang penarik becak mesin kepada dua turis penumpangnya pagi itu. Jumat pagi kemarin, cuaca t...
No comments:
Post a Comment