SYAMSUDDIN Ibrahim menyapu wajah tuanya dengan selembar handuk putih. Dia menarik nafas panjang. Beban berat lepas sudah. Lima menit sebelum itu, dia bersama rekan-rekannya baru saja kerja keras; mendorong satu unit truk colt yang terperangkap di jembatan rusak. "Jalan ini sudah 16 tahun kami lalui, belum ada yang berubah," katanya.

    Waktu 16 tahun bukan masa nan singkat bagi Syamsuddin yang sudah berusia 66 tahun itu. Jika bukan karena mencari sesuap nasi, mustahil dia menerobos jalan ini. Syamsuddin memang tidak sendiri, ada Abu Ismail, 45, Sulaiman Daud, 50, serta rekan-rekannya, tiga di antaranya perempuan. Semuanya pedagang keliling.

    "Kami sudah rutin, seminggu sekali lewat jalan ini," timpal Abu Ismail, warga Caleue, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie. Rombongan dagang ini baru saja pulang berjualan di Lampanah, Leungah dan Lamteuba. Sebuah kemukiman terpencil dekat pesisir di Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar.

    Makanya, menerobos lumpur dan melewati semua aral di jalan sudah biasa bagi mereka. Salah satu kawasan yang sedikit berat dilaluinya adalah Seupeng Raya, Biheue, Kecamatan Muara Tiga, Pidie. Daerah ini berbatasan langsung dengan kemukiman Lampanah-Leungah Aceh Besar.

    Jalan yang kerap dilintasi "kabilah" dagang itulah yang dipantau rombongan Komisi D DPR Aceh dan Kepala Dinas Prasarana Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Dimulai dari Krueng Raya melintasi Lampanah-Leungah, menerobos Laweung lewat Batee, sampai ke Tibang, Kecamatan Pidie. Panjangnya 73 kilometer.

    Ada agenda besar untuk jalur alternatif yang masih berstatus jalan provinsi ini. Agenda itu bukan hanya membebaskan kawasan itu dari keterisoliran, akan tetapi pengembangan kawasan. "Kalau Pelabuhan Malahayati selesai dan jadi pelabuhan ekspor-impor, jalan ini menjadi jalur alternatif," kata Ridwan Husen, Kadis Praswil kepada wartawan, Minggu (13/5).

    Katanya, untuk truk jenis trailer yang bertonase besar akan melintasi jalur ini. "Jadi mereka tidak perlu melintasi lagi jalan Seulawah," kata dia yang diamini Ketua Komisi D DPR Aceh, Sulaiman Abda dan anggotanya Basrun Yusuf.

    Harapan ini disambut dengan baik oleh wakil rakyat. “Jalan ini bisa dijadikan sebagai lintasan untuk truk barang, sehingga memperkecil kerusakan jalan lintas Seulawah. Oleh karena itu dukungan BRR dan pemerintah pusat sangat diharapkan,” tambah Sulaiman Abda.

    Menurut dia, jika pelabuhan Malahayati sudah aktif sebagai pelabuhan kontainer, di mana arus barang dan kendaraan akan meningkat, maka kebutuhan akan pembangunan jalan tersebut menjadi urgen sekali. "Dia menjadi sangat strategis untuk sarana perhubungan darat," katanya.

    Nah, untuk mencapai maksud tersebut tak ada pilihan lain, jalan sepanjang 73 kilometer ini harus direhab lagi. Selama ini, sumber dana pembangunan jalan dipesisir itu dari APBD Nanggroe Aceh Darussalam. "Kalau dana ini yang kita ambil bisa bengkak," timpal Anwar Ishak, seorang staf Dinas Praswil.

    Karena itu, dia mengusulkan asal status jalan tersebut juga ditingkatkan menjadi jalan negara. "Kalau status sudah masuk jalan negara, sumber pembiayaannya dari APBN. Dana APBD bisa untuk pembangunan sarana yang lain," katanya, sembari lembaga rehab rekons di Aceh mengucurkan dana untuk jalan ini.

    Begitu pun, jalan yang bisa dilewati sekarang dianggap bisa menjadi penerobos jalur alternatif ini, selain perlu pengerasan, jalan ini juga baru puluhan meter saja yang beraspal. Namun tahun ini, instansi terkait juga akan melakukan pelebaran. Jika ini sudah dikerjakan, maka ruas yang mulus bukan hanya 20 km dari Krueng Raya saja.

    Di jalur Krueng Raya-Tibang ini bukan yang jalan yang penuh lubang. Setidaknya ada tiga jembatan yang juga bernasib sama; rusak. Makanya arus transportasi ke kawasan ini juga minim sekali. Sejak memasuki ruas jalan ini dari Krueng Raya, hanya tiga unit mobil yang melintas dari arah berlawanan.

    Selain empat unit mobil rombongan DRP Aceh dan Dinas Praswil, nyaris tak ada kendaraan lain yang menerobos Krueng Raya menuju Pidie. Kecuali milik "kafilah" dagang dari Pidie yang berniaga ke Lampanah-Leungah. Dan itu pun cuma sepekan sekali.

    Tentu saja, nasibnya akan berbeda bila jalur tersebut semulus lintasan Seulawah. Selain bakal padat dengan arus kenderaan, juga bisa sekalian refresing dengan panorama pantai sepanjang jalan. Dengan sendirinya warga setempat akan makmur. Setidaknya akan banyak trailer dan "kabilah-kabilah" dagang lain akan melintas.

    "Kita harapkan BRR juga menaruh perhatian untuk pembangunan jalan ini. Kontribusinya sangat berarti," sambung Sulaiman Abda. Kabarnya, jalan sepanjang 73 km itu membutuhkan sedikitnya Rp 210 miliar, jika diaspal hotmix. Memang mahal jalan menuju kemakmuran... [Munawardi Ismail]


Top