NA ATA DROE KEUPEUI ATA GOB (Ada punya sendiri untuk apa milik orang). Begitulah sebaris kalimat provokatif diposter-poster yang menghiasi sejumlah ruang publik di Banda Aceh. Sekilas anjuran itu memang tak berlebihan, apalagi dalam konteks mencintai produk dalam negeri. Tapi, bagaimana bila ajakan merokok dengan menghisap produk lokal?

    Kamis (31/5), di Banda Aceh masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Apalagi sentral-sentral tempat berkumpulnya warga, macam warung kopi misalnya, tetap ramai. Di sini sudah pasti asap sigaret mengepul bak hutan yang terbakar. Nyaris tak ada yang "puasa" menghisap rokok. Padahal kemarin adalah Hari Tanpa Tembakau Dunia

    "Mungkin mereka nggak tahu, atau tak peduli," kata Sarbini, seorang sahabat ketika minum kopi Ulee Kareng di Solong. Keramaian itu hambar, bila tak diselingi dengan lintingan tembakau yang sudah menjadi rokok. "Nikmat banget," tukasnya sambil menyeruput kopi dalam gelas di depannya.

    Bukan hanya di warung kopi, di pusat keramaian lainnya macam, pasar ikan
    , pasar sayur dan lainnya juga sama. Asap rokok membumbung. "Kalo nggak ngerokok, kurang asyik rasanya," timpal Hamdani, penjual sayur di Pasar Aceh.


    Terminal angkutan kota juga nyaris serupa, tak ada pamplet, brosur, atau leaflet kampanye untuk berhenti merokok sehari saja. Sukar memang, mengajak perokok untuk tak memakai tembakau. Apalagi bagi "ahli hisap" yang merasa seakan mati bila sebentar saja berhenti menghisap.

    Sekilas Rokok

    Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm, dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah

    dicacah. Panjang rokok, tentu saja bervariasi, tergantung negara. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.

    Di pasaran, selama ini kita mengenal ada dua jenis rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong.

    Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung.

    Dari berbagai litertur yang dibaca Waspada menyebutkan, manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa.

    Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata.

    Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Orang-orang Islam mulai merokok, tapi itu dilakukan karena mereka tidak tahu bahayanya bagi kesehatan.

    Nabi Muhammad dan para sahabatnya hidup di zaman ketika rokok belum ada di sekitarnya, itulah sebabnya mengapa dalam Al Qur'an maupun dalam hadis nabi tidak ada aturan yang sangat jelas (hitam diatas putih) tentang merokok sebagaimana tentang larangan berzinah atau minum minuman keras.

    Namun karena bukti-bukti yang ada sekarang menunjukkan bahwa merokok membahayakan kesehatan dan Islam tidak mengajarkan ummatnya untuk menggunakan tangannya untuk merusak dirinya sendiri, dengan cara apapun termasuk dengan merokok maka jelaslah bahwa merokok bertentangan dengan ajaran Islam dan sejarahpun menunjukkan bahwa merokok bukan budaya Islam.

    Lantas bagaimana dengan tembakau? Tembakau atau dalam bahasa latinnya Nicotiana spp., L. adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu.

    Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung. Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida.

    Dalam bahasa Indonesia, tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya, dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini.

    Menurut Bartolome de Las Casas, 1552 atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau. Menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. tabaco (juga It. tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obat-obatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab "tabbaq", yang dikabarkan ada sejak abad ke-9, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan.

    Kata tobacco dalam bahasa Inggris bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari benua Amerika.

    Bagaimana di Aceh? Sama saja, tak ada larangan untuk berhenti "menghisap", kecuali di tempat-tempat tertentu, hotel, cafe elite misalnya. Karena itu, menyambut Hari Tanpa Tembakau Dunia yang jatuh pada Kamis kemarin, tak ada yang special di Serambi Makkah.

    Dalam konteks Aceh memang belum ada qanun atau peraturan daerah (Perda) yang melarang warganya untuk merokok di tempat umum dan kantor-kantor seperti di Jakarta. Tapi jangan salah, kendati sudah dilarang, masih banyak juga warga ibu kota yang melanggar aturan yang efektif sejak 6 April 2006 lalu.

    Tembakau atau dalam bahasa Aceh disebut bakong, memang beda. Pasalnya "bakong Aceh" yang diasumsikan dengan ganja, memang punya kualitas nomor wahid. Tapi jangan salah "bakong Aceh" ini sudah pasti diharamkan. Kendati "bakong Aceh" itu begitu gampang berkembang di Aceh. Bagaikan tumbuh rumput saja.

    Ini pula yang disebut Vander Berg Marx (41) warga Kanada kepada yang terpaksa dipengadilankan Senin (21/5) bersama dua Warga Negara Asing (WNA) yang kedapatan sedang “berpesta ganja” dalam sebuah rumah di Desa Lampaya, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, pada 15 Maret lalu. Dua bule lain yang dimejahijaukan adalah Josep Danies (32) dan Elwill Simon Lenard (36). Keduanya warga Inggris. "Ini rumput Aceh," tukas Marx.


    Rokok yang kita bahas di sini bukan "rumput Aceh" seperti yang dimaksud Marx. Tetapi rokok yang lazim kita kenali selama ini. Dalam hal rokok, seorang putra Aceh yang bernama Muhammad, juga sudah meracik sendiri sebuah kretek untuk konsumsi Aneuk Nanggroe.

    Tapi, Anda jangan berharap ada "rumput Aceh" di dalamnya. Kini, rokok "made in" putra Aceh itu terus berpromosi. Salah satu kalimat anyarnya adalah "Na Atra Droe Keupeui Ata Gob". Sekali lagi, tak ada "bakong Aceh" dalam lintingan silinder kertas itu. [Munawardi Ismail]


Top