Munawardi Ismail

    Meliput ke segala pejuru dunia sudah biasa bagi pria ini. Dia bak seorang pengelana. Di semua negara yang disambanginya dia kerap "dimusuhi" oleh penguasa setempat. Namun itu tak membuat jurnalis video David O'shea kapok.

    Beberapa hari lalu, Waspada bersua dengan David O'shea di Jakarta. Pria Australia itu menjadi pemateri dalam Training Jurnalisme Investigatif yang digelar Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) selama sepekan.

    Dia fasih bahasa Indonesia. Tak mengherankan memang, sebab pada 1990-1992 dia mengajar bahasa Inggeris dan bekerja sebagai copy writer di Jakarta. "Hai, apa kabar Aceh," sapanya ketika tahu Waspada berasal dari Banda Aceh.

    Pria berambut perak itu memang punya kenangan dengan Aceh. Sebelum menjadi jurnalis video, dia sempat keliling Aceh hingga Tapaktuan. Tapi yang paling berkesan, katanya saat berenang bebas di perairan Pulau Rubiah, Sabang. "Indah sekali," ucapnya singkat.

    Masa darurat militer di Aceh, lelaki Australia kelahiran Inggris ini bekerja untuk televisi negerinya; SBS Television. Selama meliput konflik itulah, David juga bikin film. In Bed With TNI namanya. Film itu yang kemudian membuat polemik di kalangan jurnalis negeri ini.

    Pasalnya, dalam film tersebut, salah seorang sumber yang diwawancarai David, wajahnya tidak ditutupi atau diblur. Inilah yang "diprotes" jurnalis Indonesia, karena bisa mengancam keselamatan nara sumber. Apalagi hidup di daerah konflik.

    Pun demikian, David punya jawaban tersendiri. Kata dia, sebelum direkam dia sudah minta izin menjelaskan segala risiko. David sendiri mengaku tecengang mendengar jawaban di perempuan yang diwawancarainya. "Karena dia setuju, makanya saya record," ujar David.

    In Bed With TNI, bukan karya tunggal O’Shea untuk Aceh. Dia juga bikin, Big Mango in Little Aceh. Menariknya kedua film tersebut menjadi finalis dalam dua kompetisi yang diikuti. Selain itu, dia juga bekerja sebagai produser untuk ABC Radio Australia.

    Dua tahun silam, 2005, dia menjadi finalis Walkley Award for Investigave Journalism untuk laporannya, Aceh in Bed With TNI dan pada 2003 Big Mango in Little Aceh yang ia buat dianugerahi Best Coverage of The Asia Pacific Region.

    Selain Aceh, O'Shea meliput pelbagai kisah tentang Indonesia, termasuk kasus pembunuhan pegiat HAM terkenal, Munir, Timor Timur dan kerusuhan Mei 1998. Beberapa laporannya memenangi penghargaan dan tahu ini dia menjadi finalis hadiah bergengsi, Walkley Award for Investigave Journalism, untuk laporan Inside Indonesia's War or Terror.

    Tahun 2006 ia memenangi kategori the Best Television Documentary dari United Nations Media Peace Prize untuk karya Spanish Inguisition. Saat ini, dia meliput berita internasional untuk program jurnalisme investigasi bergengsi, Dateline, SBS.

    Dia juga melatih wartawan termasuk menjadi pimpinan sesi pembuatan TV dokumenter di Freelancers' Convention 2007 dan memimpin workshop dokumenter di Noosa Festival di Queensland, Australia 2006

    Bicara soal Aceh, bujang yang sejak 1998 menjadi jurnalis video di TV SBS Australia, mengaku simpatik dengan wilayah bekas konflik dan tsunami itu. “Semoga saja perdamaian di Aceh abadi dan orang-orang GAM berhasil memimpin daerahnya,” sebut lulusan University of New South Wales dan University of Technology, Sydney.


Top