Media publisitas gratis seperti blog dan website di internet semakin diminati. Namun, media konvensional semacam majalah dinding (mading) rupanya tetap menjadi sarana pilihan pelajar untuk menyalurkan kreativitas dan aspirasinya. Ini dibuktikan oleh sejumlah sekolah menengah di Banda Aceh.

    Ternyata, potensi yang terpendam di sekolah selama ini amat luar biasa. Hanya saja belum ada wadah yang menampung talenta-talenta tersebut. Lewat Madinglah, para siswa bisa menunjukkan kreatifitas dan minatnya dalam menulis. Mading pun, bisa menjadi sarana yang sangat efektif dan efesien untuk menampung aspirasi siswa dalam proses belajat mengajar di sekolah.

    Bukan tidak mungkin, dengan Mading bisa membentuk karakter siswa di sekolah. "Selama ini ruang itu belum ada bagi siswa di sekolah untuk mengekspresikan pikiran, keinganan, prestasi dan keunikan-keunikan lainnya,” tukas Mujiburrahman, kepada saya dalam pelatihan jurnalistik (Petik) kepada siswa SMA/MAN di Banda Aceh Senin pekan lalu.

    Mujib adalah ketua panitia kegiatan Petik tersebut. Petik ini diprakarsai Sampoerna Foundation Scholars Club (SFSC) bekerja sama dengan SMU Negeri 2 Banda Aceh, pada Senin pekan lalu. Pesertanya adalah siswa SMA yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).

    Petik yang bertema To Be Creative With Mading ini diikuti sekitar 20-an siswa SMA/MA dari masing-masing sekolah yang ada di Banda Aceh. Untuk membahani peserta, SFSC Aceh dibantu dua jurnalis setempat, Adi warsidi, Redaktur Pelaksana Harian Aceh Independent) dan saya sendiri.

    Pihak SFSC Banda Aceh berharap, dengan pelatihan yang sudah mereka terima, masing-masing sekolah memiliki Mading yang dikelola dengan menjunjung etika jurnalistik. Akhir cerita, mereka ingin menggagas sebuah media pelajar, baik itu majalah, buletin yang dikelola seluruh OSIS di Banda Aceh.

    "Ini menarik, karena belum ada media di Banda Aceh yang memberi ruang kepada pelajar untuk mengekspos dunia mereka. Lalu, kita berharap akan terbentuk media sekolah yang bisa menjadi ajang sharing antar sekolah," papar Mujib.

    Bagi SFSC Aceh sendiri, kegiatan itu diselenggarakan sebagai ajang membentuk kreativitas siswa yang dalam perkembangannya mengalami proses dinamisasi, sehingga perlu diberi ruang untuk menyuarakan ekspresi dalam suatu wadah yang bernama media.

    Wizar Putri, Presiden Sampoerna Foundation Scholars Club Aceh menyebutkan, acara itu sangat penting bagi proses pendidikan, terutama dalam pembentukan proses kreatif. “Proses kreatif seringkali diabaikan oleh banyak pihak karena dianggap tidak memiliki peran yang strategis untuk peningkatan kualitas pendidikan formal," sebut dia.

    Padahal, sambung dia, proses kreatif merupakan bekal yang sangat berharga untuk masa depan untuk membiasakan kita mengekspresikan kemampuan berpikir dan menganalisa sehingga pemikiran kita dalam dunia bisnis, sosial, ekonomi, dan yang lain-lain dapat terimplementasi dengan baik,” ujar Mahasiswi Unsyiah ini.

    Pelatihan yang berlangsung selama satu hari di SMU 2 Banda Aceh ini diselenggarakan sebagai bentuk kegiatan sosial para penerima beasiswa SF untuk jenjang S1. Mereka tergabung dalam SFSC dan aktif menyelenggarakan kegiatan sosial setiap tiga bulan. "Ini program kerja SFSC Aceh yang diwujudkan dalam Social Activity tiga bulanan," kata Wizar.

    Dia berharap dengan pelatihan itu, siswa dapat memvisualisasikan creative thinking-nya ke dalam sebuah media nantinya yang dikelola oleh OSIS SMA/MA se Banda Aceh. "Sehingga kreatifitas generasi muda di Aceh terus berkembang,” ujarnya.

    Para pelajar yang mendapat bimbingan dari pegiat media berujar, "Selama ini, kami sudah rutin menerbitkan Mading, bahkan dalam satu bulan, empat kali kami terbit," kata Yuni, dari SMU Darul Ulum Banda Aceh. Dia mengaku sudah merasakan manfaat dari Mading yang menjadi cikal bakal lahirnya jurnalis profesional.

    Dari penuturan para siswa seperti Yuni dan Raudah dari SMU Darul Ulum, Fitriyani dan Reza Rezeki (SMA 4) Nursavela dan Novia, (SMA Fajar Harapan), Agam, Syahrul (SMU 2) dan siswa lainnya, ternyata Mading memberi pengetahuan tersendiri bagi mereka. "Awalnya memang jurnalis sekolah, lalu menjadi jurnalis kampus, baru kemudian masuk ke gerbang jurnalis profesional," papar Reza Rezeki.

    Hanya saja, selama ini jarang ada media atau lembaga yang membuat Lomba Mading SMA se-kota Banda Aceh, misalnya. Tentu saja ini bertujuan untuk merangsang kreatifitas siswa di sekolah. Padalah, dengan adanya ajang perlombaan seperti itu setidaknya akan terjaring bibit-bibit baru calon jurnalis baru. Betul, yang penting kreatif. [a]


Top