STADION Utama Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur menjadi tempat bersejarah bagi Syahrial. Bagaimana tidak, di Benua Etam inilah dia mengukir sejumlah rekor dalam dunia atletik di negeri ini, khususnya dari cabang lompat tinggi. Di Kaltim, dia memecahkan dua rekor sekaligus; rekor PON dan rekor nasional.

    Kabarnya teranyar tentu saja, saat atlet dari Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Aceh menoreh loncatan emas pada PON XVII 2008 Kaltim. Tak tanggung-tanggung, dia memecahkannya dua sekaligus. Dan lebih prestisius lagi, tentu saja rekor tersebut sudah puluhan tahun mengendap.

    Rekor yang dipecahkan anak pasangan Muhammad, 56 tahun dan Hayatun, 50 ini tak lain rekor PON dan Nasional. Ini ditorehnya setelah berhasil melakukan loncatan setinggi 2.06 meter untuk rekor PON dan loncatan setinggi 2.09 meter untuk rekor Nasional, Rabu (9/7) di Stadion Utama Palaran Samarinda.

    Rekor PON itu sudah 23 tahun lamanya tak ada yang bisa memecahkannya. Jika ditilik dari usia Syahrial yang masih 19 tahun, praktis lebih tua rekor itu sendiri ketimbang umur mantan siswa SMU Plus Banda Aceh ini. Rekor PON itu sendiri dipegang Ketut Widiana dari Bali dengan tinggi loncatan 2.04 meter pada PON tahun 1985

    Sementara Rekor Nasional dipegang Aria Yuniawa dari Nusa Tenggara Barat dengan tinggi loncatan 2.04 meter di tahun 2001. Ini masih tergolong baru, sebab baru, belum lewat sewindu. 'Kerja" anak kelima dari tujuh bersaudara yang lahir di Aceh Besar, saat memecahkan rekor tidak ringan.

    Ini terlihat saat dia sempat gagal pada loncatan pertama 198 meter setelah tubuhnya menjatuhkan mistar, namun dikesempatan kedua tak disia-siakannya. Syahrial luput mengenai mistar loncatan dan berhasil mempersembahkan emas untuk Aceh.

    Sukses ganda ini sangat berarti bagi dia. Sebab di Bumi Etam juga pada Juli 2001 lalu, pria setinggi 175 cm ini memecahkan rekor Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) pada cabang yang sama. Kemudian disusul pemecahan rekor di Kejuaran Asia Junior di Jakarta dengan loncatan 2.03 meter.

    "Dia sudah sering memecahkan rekor. Dan PON Kaltim-lah yang paling membanggakan,” papar Azhari, pelatih Syahrial, kepada Waspada dengan wajah bangga. Azhari sendiri senantiasi membimbing Syahrial dalam berlatih termasuk ketika berlatih di Bali sebelum PON ini digelar.

    Tentu saja PON 2008 ini membanggakannya, sebab PON XVII Kaltim ini PON pertama yang diikuti Syahrial. "Insya Allah, jika ada umur panjang, kita akan ikuti PON selanjutnya. Tapi sekarang bersyukur dulu dengan prestasi ini," ungkapnya.

    Ditanya kita apa yang dilakukan sehingga bisa memecahkan rekor. Syahrial mengaku memadukan antara teknik dan intelegensia. "Kita harus padukan antara teknik dan otak," tukasnya sembari menunjukkan tangan ke kepala.
    Memecahkan rekor PON dan Nasional juga menjadi bukti Syahrial tidak cuma mengandalkan teknis.

    "Saya pilih 2.06 meter itu sesuai dengan nomor dada saya 206. Padahal kalau 2.05 juga bisa pecah rekor PON, tapi saya ingin 206 saja. Begitu pula dengan rekor nasional," kata singkat.

    Sukses menggondol emas membuat atlet lompat tinggi ini didapuk hadiah sebesar Rp100 juta plus bonus 1.000 USD atau sekira Rp 9 juta dari Ir Hidayat Nyakman, yang tak lain Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PT Kaltim. Selain itu, dia juga bakal dtimpa bonus lain dari Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB-PASI).

    "Untuk pemecahan rekor, setidaknya ada bonus sekitar Rp 25 juta. Ini menjadi tambahan buat Syahrial," ujar ketua PASI Aceh, Teuku Pribadi. Dia sendiri juga sudah menyiapkan hal serupa untuk atlet 'lulusan' Asrama PPLP ini.

    Namun, dia enggan menyebutkan bentuk penghargaan yang akan disalurkan. Akan tetapi, katanya, tetap menjadi prioritas PASI Aceh untuk itu. Ditanya soal rekor, Pribadi memprediksikan bakal bertahan dalam satu dasa warsa. "Untuk pecah bakal lama, kecuali dia pecahkan atas namanya sendiri," sebut Pribadi yang juga ketua Satgas Kontingen PON Aceh.

    Diganjar dengan banyak bonus, tak membuat Syahrial jumawa. Katanya, bonus yang didapatinya, akan dipakai buat membantu orang tuanya. Selebihnya untuk dipakai buat pendidikan dan kebutuhan hidup serta mencari pekerjaan. "Insya Allah yang sudah terpikir itu dulu," ujarnya malu-malu.


Top