Seuke Aceh

DEWI Novita dan Farida Ariani amat bersemangat bercerita tentang anyaman pandan. Pasalnya, kerajinan pandan yang dalam bahasa Aceh disebut seuke itu, bukan cuma bisa diolah menjadi tikar saja. Kini, anyaman tikar itu bisa dirajut dalam berbagai motif yang membuat dia bisa menembus pasar luar negeri.


Itulah yang dilakoni Koperasi Wanita dan Kerajinan Seuke Aceh di Trienggadeng, Pidie Jaya. Dewi dan Farida pengurus lembaga itu. Semangat anggota Koperasi Seuke Aceh menjulang tinggi, akibat prospek kerajinan seuke itu kian menjanjikan. "Kami ekspor sampai ke Australia. Ada 7.000 dolar," ujarnya bangga saat ditanya Waspada, kemarin.

Kerajinan seukee yang menjadi produk andalan Pidie Jaya itu, dipamerkan pada arena Pekan Peradaban Melayu Raya di Banda Aceh. Kegiatan itu diikuti 13 negara dan 18 provinsi serta 23 kabupaten/kota di Aceh. Di kegiatan tersebutlah, Seuke Aceh mempromosikan produk-produknya.

"Sekarang, kita sudah bisa mengolah menjadi berbagai macam produk. Mulai dari hiasan dinding, tempat tissu, laundry, tempat pakaian kotor, topi, bantal kursi, kaca hias, map, tempat surat, tatalan gelas, pigura, dan lain-lain," Dewi menjelaskan panjang lebar produk unggulan koperasinya.

Selama ini, kerajinan anyaman seuke itu cuma diolah menjadi tikar saja. Memang, ukuran tikarnya variatif, mulai yang kecil seukuran tilam, sampai yang besar setengah lapangan bulutangkis. Tentu saja termasuk tikar sajadah, tidak alas duduk dan lain-lain.

"Dulunya ya, seuke itu hanya untuk mengayam tikar pandan dengan warna yang terbatas," kata Lukman Yusuf, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Pidie Jaya. Kini, mereka sudah memodifikasinya dengan mengubah manajemen ke arah bisnis.

Dia menambahkan, berbagai kerajinan berbahan baku pandan yang dipamerkan itu sangat menarik perhatian pengunjung. Yang ikut membanggakan Lukman, tentu saja karena hasil kerajinan masyarakat itu kini menembus pasar ekspor hingga ke Australia. "Pemasarannya sampai ke Malaysia bahkan hingga Australia," sebut dia.

Lukman menjelaskan, lebih dari 2.000 kepala keluarga di daerah pemekaran Kabupaten Pidie itu bergerak di sektor kerajinan pandan namun bukan sebagai produk unggulan tapi masih berupa pekerjaan sampingan.

"Kalau di kampung-kampung, nenek yang sudah uzur pun bisa merajut tanpa harus pakai penerang. Dalam gelap pun mereka bisa menganyam," paparnya.

Mantan salah satu kepala bidang di Bappeda Pidie itu bertekad untuk mengembangkan kerajinan pandan menjadi produk unggulan di antaranya memberikan pelatihan kepada pengrajin yang sebagian besar ibu-ibu dan remaja putri.

"Sekarang kita ubah ini menjadi produk unggulan, apalagi kerajinan ini sudah membudaya ditambah ketersediaan bahan baku. Hanya saja promosi masih minim. Kita akan terobos itu dengan memperluas pemasaran dan promosi," ungkap dia.

Promosi dan pemasaran, diakui Farida Arinani, sekretaris koperasi Seuke Aceh memang masih minim. "Untuk bahan baku tak masalah, hanya zat pewarna dan beberapa bahan lain yang dipesan dari Yogjakarata. Ini yang membuat biaya produksi mahal," sambung Farida.

Bagaimana dengan harga? "Tidak mahal-mahal amat. Harganya pun bervariasi, tergantung produknya. Tapi bisa terjangkau oleh semua kalangan," tambah, ketua Koperasi Seuke Aceh, Dewi Novita.


1 comment:

munawardismail said...

Kaylee, thank for looking my blog, sorry, my wrote ini bahasa, no english,


Top