Transgender...

transgender
POLEMIK seputar Kontes Waria di Aceh mencuat. Kaum agamawan mengecam kegiatan yang diselenggarakan di aula LPP RRI Banda Aceh, Sabtu (13/2) malam. Para ulama berdalil, bukan berlaku diskriminatif, akan tetapi waria itu sendiri bukan khuntsa.

"Waria ini lak-laki yang menyerupai dirinya perempuan atau sebaliknya. Mereka melawan kodrat yang sudah digariskan Allah SWT. Berbeda dengan khuntsa. Yang jelas kegiatan itu sudah menodai pelaksanaan syariat Islam di Aceh," kata ulama Aceh Tgk Faisal Ali seperti diberitakan Waspada, kemarin.

Menurut Faisal, dalam Islam tidak ada istilah "waria" tapi yang ada "khuntsa" dan adalah haram jika laki-laki menyerupai wanita dan sebaliknya. "Waria itu buatan manusia yakni laki-laki menyerupai perempuan," jelas Faisal yang juga ketua PWNU Aceh ini. Waria tak lain singkatan dari wanita pria.

Dia menambahkan, sementara `khuntsa` yang ada dan diakui dalam Islam karena itu adalah ciptaan Allah SWT. "Kita tidak diskriminatif, tapi ini memang bukan kategori yang dimaksudkan dalam Islam," ujar pria yang akrab disapa Lem Faisal ini.

Sejumlah literatur yang dikutip Waspada menyebutkan, menurut ahli bahasa Arab seperti tersebut dalam kamus Al Munjid dan Kamus Al Munawir, Khuntsa berasal dari kata khanitsa-khanatsan yaitu lemah dan pecah. Khuntsa ialah orang yang lemah lembut, padanya sifat lelaki dan perempuan. Jamaknya khunatsa dan khinatsun.

Menurut Muhammad Ali Ash Shobuni dalam kitabnya al Mawarits fis Syariatil Islamiyah, disebut Khuntsa karena ia dalam ucapan dan suaranya lemah lembut seperti perempuan atau dalam tingkah polahnya, jalannya dan cara berpakaian menyerupai gaya orang perempuan.

Sedang khuntsa menurut istilah, hampir semua ulama sama pendapatnya dalam mendefinisikan khuntsa. Menurut Ash Shobuni dan menurut Dr. Yasin Ahmad Ibrahim Daradikah, Khuntsa ialah : ‘Orang yang baginya alat kelamin lelaki (dzakar/penis) dan alat kelamin wanita (farji/vagina) atau tidak ada sama sekali (sesuatupun) dari keduanya.

Menurut penulis kitab Syarah Ar Rahbiyah yaitu Syaikh Muhammad bin Muhammad Dimasqi, kiranya sulit atau tidak mungkin bila tidak ada sama sekali alat dari keduanya, sehingga diartikan baginya lubang yang berfungsi untuk kencing atau lainnya.

Imam An Nawawi dalam Al Muhadzab menjelaskan bahwa waria itu ada 2 (dua) macam, yaitu orang yang baginya (2) dua alat kelamin (kelamin lelaki dan kelamin perempuan) dan orang yang tidak mempunyai alat seperti diatas tetapi baginya lubang (serupa vagina/farji) yang dari lubang itulah keluar sesuatu yang keluar seperti air kencing, sperma, darah haid dan lain sebagainya.

Secara medis jenis kelamin seorang khuntsa dapat dibuktikan bahwa pada bagian luar tidak sama dengan bagian dalam ; misalnya jenis kelamin bagian dalam adalah perempuan dan ada rahim, tetapi pada bagian luar berkelamin lelaki dan memiliki penis atau memiliki keduanya ( penis dan vagina), ada juga yang memiliki kelamin bagian dalam lelaki, namun dibagian luar memiliki vagina atau keduanya.

Bahkan ada yang tidak memiliki alat kelamin sama sekali, artinya seseorang itu tampak seperti perempuan tetapi tidak mempunyai lobang vagina dan hanya lubang kencing atau tampak seperti lelaki tapi tidak memiliki penis.

Dr.Yasin Ahmad Ibrahim Daradikah dalam kitabnya Al Waris fis Syariatil Islamiyah, menjelaskan bahwa oleh karena keadaannya seperti diatas, maka urusan statusnya juga menjadi samar tidak jelas apakah lelaki atau perempuan. Karena pada asalnya jenis manusia itu lelaki atau perempuan. Dan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban hukum sendiri-sendiri.

Yang membedakan ia lelaki perempuan adalah alat kelamin. Bagaimana halnya bila ia mempunyai dua alat kelamin bersamaan atau tidak ada sama sekali. Disitulah letak kemusykilannya. Namun hal tersebut terkadang bisa menjadi jelas bila ia dewasa dengan melihat fungsi alat kelamin mana yang lebih berperan tapi banyak juga yang sampai dewasa tetap musykil.

Faisal yang dikonfirmasi ulang di sela-sela peremian kantor PWNU Aceh, di kawasan Batoh, Banda Aceh menjelaskan ada dua jenis khuntsa. Khuntsa ghairu musykil (banci yang tidak sulit ditentukan jenis kelaminnya); Misalnya, khuntsa yang mempunyai kelamin ganda jika kencing melalui penis dan berkumis seperti layaknya lelaki, maka ia dikatagorikan sebagai lelaki.

Sebaliknya, lanjut Faisal, jika ia memiliki vagina dan punya payudara serta indikasi perempuan lainnya, maka ia dikatagorikan sebagai perempuan, akan tetapi jika tidak ada indikasi seperti itu, dalam arti tidak menunjukkan jenis kelamin tertentu, atau tidak konstan (selalu berubah), maka ia dikatagorikan khuntsa Musykil’ (banci yang sulit ditentukan jenis kelaminnya).

Pada sisi lain, dia juga mengecam pemberian izin kegiatan tersebut. Katanya, dia, sudah menanyakan informasi soal pemberian izin itu ke MPU Provinsi, namun hal tersebut bukan wewenang MPU Provinsi. "Tapi saya belum cek ke MPU Kota Banda Aceh. Sebab kegiatan tersebut digelar di wilayah Banda Aceh. Namun, di mana pun acara itu digelar, tak boleh di Aceh," ungkap dia.

Tgk Faisal mensinyalir, panitai penyelenggara memanipulasi izin yang diajukan ke MPU Kota Banda Aceh. Soalnya, sebut Lem, panitia penyelenggaran tidak menyebutkan secara detail bahwa acara yang mereka gelar adalah Kontes Waria Aceh.

"Panitia hanya menyebutkan pemilihan Duta Sosial, dan Budaya Aceh 2010. Yang menjadi duta sosial dan budaya Aceh itu bukan waria. Sebab waria itu bukan budaya Aceh. Ini sudah salah besar," sesalnya.

Memang, bukan hanya Tgk Faisal yang menyesal. Sejumlah warga Banda Aceh juga mengaku kaget dengan even tersebut. "Saya aja kaget lihat koran, kok ada kontes Waria Aceh? Saya kira momenya tidak tepat," sebut Mulyani, seorang ibu rumah tangga.

Kata dia, status sosial mereka juga masih meragukan, apalagi ada yang pria tulen tetapi berpura-pura menjadi banci. "Kalau yang tipe seperti ini, kami pikir wajar ada pihak yang mengecam. Boleh saja mereka buat acara tapi tak perlu harus bawa-bawa nama daerah. Kalau cuma untuk komunitas mereka nggak masalah," tukasnya.

Lain lagi dengan Musafir. Pria yang sehari-hari menarik becak itu mengaku tak habis pikir dengan berbagai kegiatan yang digelar banyak pihak akhir-akhir ini. "Han ek ta pikee lee, nyoe keeuh tanda-tanda donya ka akhee,--tak sanggup kita cerna lagi, mungkin inilah tanda akhir zaman," sebutnya.

Menanggapi polemik itu, ketua panitia, Jimmy Saputra, kepada wartawan, Senin (15/2) hanya mengatakan bahwa mereka sudah meminta izin dari MPU Kota Banda Aceh untuk menggelar acara Pemilihan Duta Sosial, dan Budaya Aceh 2010.

"Kegiatan ini sebagai ajang silaturrahmi kaum waria dan memilih Duta Sosial dan Budaya Aceh. Selain untuk mempererat silaturrahmi kaum waria, katanya, ajang tersebut juga untuk menghilangkan stigma negatif masyarakat terhadap kaum waria " ujar dia.

Dalam kontes kecantikan macam Miss Universe ini diikuti 40 waria dari seluruh Aceh. Angga alias Zifana Lestisia (19) asal kota Lhokseumawe terpilih sebagai Duta Aceh. “Saya akan berusaha mengharumkan nama Aceh dan memperkenalkan budaya Aceh di tingkat nasional," ujarnya.


No comments:


Top