Gunongan, Monumen Cinta Sultan


Banyak cara membuktikan cinta. Syah Jehan Raja Mogul V di India mendirikan Taj Mahal buat istrinya. Di Kerajaan Aceh Darussalam juga tak jauh beda. Tengok saja Sultan Iskandar Muda. Membangun Taman Sari Gunongan buat Putroe Phang, sebagai bukti cintanya kepada sang permaisuri.

Barangkali, tak banyak yang tahu, kalau esensi dibikinnya bangunan megah itu nyaris senada. Kendati, memang membandingkan Taj Mahal dengan Gunongan bak melihat Monas Jakarta dengan Tugu Modal di Banda Aceh. Begitulah.

Tapi jangan salah, ada sejumlah perbedaan sekaligus persamaan tentunya. Syah Jehan Raja Mogul V membangun Taj Mahal untuk menghormati istrinya Arjuman Banu Begum atau Mumtaz Mahal yang sudah almarhumah.

Untuk ukuran masa itu, istana tersebut memang benar-benar mahal. Syah Jehan merogoh kas kerajaan mencapai 40 juta rupee. Taj Mahal mulai dibangun tahun 1632 dengan jumlah pekerja sebanyak 20.000 orang. Konsultannya diimpor dari Turki.

Kompleks Taj Mahal berbentuk bujur sangkar, membujur dari utara ke selatan terdiri tiga bagian. Di tengah terdapat taman bunga dengan kolam air mancur yang amat menawan. Antara satu bagian dengan lainnya dibatasi bidang empat persegi panjang.

Pintu gerbang di bagian selatan dan Mausoleum sebagai bangunan utama dilingkupi dua bangunan simetris. Di bagian barat terdapat masjid dan timur ruang jawaban. Mausoleum berbentuk segi delapan dan di atasnya ditutup kubah, tinggi bangunan tujuh meter dan puncak kubahnya mencapai 26 meter.

Dinding bagian dalam dilapisi batu pualam warna kemerah-merahan dan di bagian luar sudut-sudutnya terdapat menara yang menjulang tinggi. Bangunan masjid dan ruang jawaban dibuat menghadap mausoleum, bahan bangunan untuk masjid terdiri pasir dan marmer yang disusun sesuai keindahan dekoratif.

Masjid di bagian dalam Taj Mahal hingga sekarang masih digunakan masyarakat Muslim India untuk menunaikan shalat Jumat. Satu lagi, di dalam istana pilihan terdapat makam. Bangunan megah ini terletak di pinggir Sungai Yamuna, Agra, India sekitar 190 kilometer dari New Delhi.

Taj Mahal jadi simbol gabungan aneka arsitektur yang berkembang zaman itu. Perpaduan karya arsitek terkemuka yang mengadopsi corak bangunan dari India, Persia dan Asia Tengah. Arsiteknya, Ustadz Isa dari Turki. Dia cukup tenar ketika itu.

Skuel sejarah menyebutkan bangunan inti selesai tahun 1643 dan secara keseluruhan selesai pada 1654. Itulah Taj Mahal yang menjadi lambang kejayaan Dinasti Mogul. Sebuah kerja yang spetakuler sehingga mendatangkan kekaguman di sepanjang zaman.

Produk yang fenomenal ini membuat takjub tanpa batas ruang dan waktu. Raja Mogul V, barangkali tak menyangka, kelak istana yang dibuat mengenang istrinya ini akan masuk dalam salah satu keajaiban dunia.

Taman Ghairah

Tak jauh beda dengan Dinasti Mogul yang menunjukkan kejayaannya lewat Taj Mahal. Sultan Iskandar Muda di Kerajaan Aceh Darussalam melambangkan kemakmuran dan kejayaan negerinya dengan sebuah taman nan indah. Taman Sari Gunongan, namanya. Taman tersebut juga dibangun dipinggir sungai, yakni sungai Darul Isyki.

Seorang sarjana sejarah profesional terkemuka pada awal abad 20, Raden DR Hoesein Djajadininggrat yang mengutip tradisi lisan pernah menulis tentang Gunongan. Karyanya De Stichting Van Het “Gunongan” Geheeten Monument Te Koetaradja (Pembangunan Monumen yang dinamakan “Gunongan” di Kutaraja) dimuat dalam majalah TBG, 57 (1916).

Menurut cerita, mengutip Hoesein, seorang raja di Kerajaan Aceh telah memerintahkan kepada bawahannya utoih-utoih Aceh (tukang-tukang di Aceh) untuk membuat sebuah Gunongan Buatan. Gunongan yang dikelilingi sebuah taman itu dibikin untuk menyenangi pemaisurinya yang berasal dari Pahang yang populer dengan sebutan Putroe Phang atau Putri Pahang.

Merunut pada tahun memerintah, praktis Iskandar Muda yang identik dengan “gajah puteh” itu lebih dulu merefleksikan cintanya kepada permaisuri dengan Taman Sari Gunongan. Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh dari tahun 1607-1636. Baru Syah Jehan Mogul V menyusul kemudian. “Ini semata-mata dibangun untuk menyenangi permaisurinya,” tulis Hoesein.

Gunongan

Secara garis besar Taman Sari Gunongan tersebut dapat disimpulkan atas beberapa bangunan; Gunongan berdiri dengan tinggi 9,5 meter menggambarkan sebuah bunga yang dibangun dalam tiga tingkat. Dalam masyarakat Aceh pada masa lalu, ternyata sudah mengenal seni arsitektur terutama pada Kerajaan Aceh di bawah kekuasaan Kesultanan Iskandar Muda.

Sultan Iskandar Muda memerintah Aceh dari tahun 1607-1636 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaannya. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transisto yang dapat menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia barat.

Kemakmuran Kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda menjadi bukti dapat dibangunnya sebuah Gunongan yang dilapisi dengan emas. Gambar Gunongan berbentuk bunga matahari dapat ditafsirkan bahwa Sultan Iskandar Muda dengan penuh kasih sayang kepada permaisurinya.

Selain itu, nampak dari kejauhan bentuk gunongan seperti mega berarak di angkasa yang melambangkan cinta kasih dan kesetian sultan pada permaisurinya sangat besar, laksana luasnya angkasa sedangkan warna putih pada gunongan melambangkan cintanya yang tulus dan suci pada Putro Phang.

Setiap relung gunongan terdapat hiasan atau ornamen menyerupai bunga matahari yang sedang mekar adalah melambangkan kesuburan. Dalam metologi Hindu bunga Fatma adalah pusaka Prabu Krisna yang khasiatnya dapat menyembuhkan orang sakit dan menghidupkan orang mati.

Selain itu, di atas pintu masuk pada bangunan gunongan terdapat relief berupa figure yang disinyalir menyerupai kepala gajah bermahkota yang merupakan simbol kegemaran Sultan dalam menggunakan laskar gajah sebagai salah satu angkatan tempur Kerajaan Aceh yang paling tangguh.

Ada pula serumpun bunga kelopak yang runcing dan bintang pada bagian kandang merupakan ciri bendera Ustmani dan mengandung nilai perpaduan serta kerja sama antar negara Turki. Gunongan adalah bagian dari suatu kompleks yang lebih luas, yaitu Taman Ghairah, yang merupakan bagian dari taman istana.

Di kompleks ini sekarang hanya tersisa empat buah bangunan: Gunongan itu sendiri; leusong (lesung batu) terletak di kaki Gunongan, agak di bagian Tenggara; kandang, sebuah bangunan empat persegi di bagian utara di arah timur laut sepanjang sungai Krueng Daroy; dan Pinto Khop adalah sebuah pintu gerbang berbentuk kubah yang dulunya menghadap istana dan menghubungkan taman dengan alun-alun istana. Hanya anggota keluarga istana kerajaan yang diizinkan melewati pintu gerbang ini.

Taman ini terletak di tengah-tengah kota Banda Aceh dan merupakan salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi masyarakat setempat terutama pada sore hari. Dahulunya, Pinto Khop merupakan satu kesatuan dengan Taman Sari Gunongan. Pinto Khop (Pintu Biram Indrabangsa) secara bebas dapat diartikan sebagai pintu mutiara keindraan atau kedewaan/raja-raja.

Di dalam Bustan as Salatin disebut dengan Dewamala. Gerbang ini dikenal pula dengan sebutan Pinto Khop, merupakan pintu penghubung antara istana dengan Taman Ghairah. Pintu ini berukuran panjang 2 m, lebar 2 m dan tinggi 3 m. Pintu Khop ini terletak pada sebuah lembah sungai Darul Isyki. Dugaan sementara, tempat ini merupakan tebing yang disebutkan dalam Bustan as Salatin dan bersebelahan dengan sungai tersebut.

Dengan adanya perombakan tata kota Banda Aceh dewasa ini, kini pintu tersebut tidak berada dalam satu kompleks dengan Taman Sari Gunongan. Bangunan pintu Khop dibuat dari bahan kapur dengan rongga sebagai pintu dan langit-langit berbentuk busur untuk dilalui dengan arah timur dan barat. Bagian atas pintu masuk berhiaskan dua tangkai daun yang disilang, sehingga menimbulkan fantasi (efek) stiliran figur wajah dengan mata dan hidung serta rongga pintu sebagai mulut.

Atap bangunan yang bertingkat tiga dihiasi dengan berbagai hiasan dalam bingkai-bingkai, antara lain biram berkelopak (mutiara di dalam kelopak bunga seperti yang juga ditemukan pada bangunan gunongan) dan bagian puncak dihiasi dengan sangga pelinggam (mahkota berupa topi dengan bagian puncak meruncing).

Bagian atap merupakan pelana dengan modifikasi di empat sisi dan berlapis tiga. Pada sisi utara dan selatan dewala ini berkesinambungan dengan tembok tebal (tebal 50 m dan tinggi 130 m) yang diduga merupakan pembatas antara lingkungan kraton dengan taman, tetapi tembok tersebut sudah tidak ditemukan lagi.

Taman Lain

Menjelang perayaan 805 tahun lahir kota Banda Aceh, daerah tersebut sudah melalui beragam kejadian. Peristiwa teranyar adalah tsunami yang menghancurkan kota yang didirikan pada 1 Ramadhan 601 Hijriyah atau 22 April 1205 Masehi. Banyak fasilitas umum hancur.

Pada periode sekarang, Banda Aceh setidaknya mempunyai sejumlah taman antara lain Taman Sari yang berada persis di depan Kantor Walikota serta Taman Ratu Safiatuddin. Pascatsunami hanya Taman Sari yang sudah mulai baik pengelolaannya. Itu setelah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat dari Amerika Serikat membangun kembali taman tersebut.

Sedangkan Taman Ratu Safiatuddin yang digagas masa Aceh ditangan Abdullah Puteh. Perkampungan budaya itu sejatinya diharapkan menjadi semacam Taman Mini Aceh. Kecuali itu, Taman Putroe Phang juga sudah ditata ulang. Belum lagi taman-taman tepi Krueng Aceh, makin menambah semarak taman di Banda Aceh.

Memang gaungnya kalah tenar dengan taman Central Park yang ada di New York. Taman umum yang luas di Manhattan, New York City setiap tahunnya, dikunjungi sekitar 25 juta orang, dan sekaligus taman yang paling banyak didatangi orang di Amerika Serikat.

Bagaimana dengan taman-taman di Aceh? Ini akan menjadi tantangan Pemerintah kota Banda Aceh yang mulai mempromosikan Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami, juga menyongsong visit Banda Aceh Year 2011. Mampukah? Kita tunggu saja. []

Foto: acehtourismagency.blogspot.com



Top